Jumat, 01 Mei 2009

peraktikum 2

PRAKTIKUM VIII
SUKSESI










FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2008


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keteraturan ekosistem menunjukkan, ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat statis, melainkan dinamis. Ia selalu berubah-ubah. Kadang-kadang perubahan itu besar, kadang-kadang kecil. Perubahan itu terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia (Soemarwoto, 1983:24).
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat dengan mudah diamati dan seringkali perubahan itu merupakan pergantian satu komunitas oleh komunitas lain. Pada sebidang kebun yang telah dipanen dan ditinggalkan tidak ditanami lagi akan bermunculan berbagai jenis tumbuhan liar yang membentuk komunitas. Apabila lahan tersebut dibiarkan cukup lama maka komunitas tumbuhan yang terbentuk dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan komposisi jenis. Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke suatu arah pembentukan menjadi secara teratur disebut suksesi (Jamili dan Muksin, 2003:5).
Pada dasarnya ada komunitas yang statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah dalam peredaran waktu. Perubahan itu dikenal dalam jenjang-jenjang; yang pertama tentunya terjadi karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam jangka waktu lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan struktur suksesi ekologik, sebagai reaksi komunitas perubahan faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas (Wirakusumah, 2003:141).
Suksesi merupakan proses perubahan yang berlangsung secara beruntun dari komunitas tumbuhan pelopor dengan biomassa kecil. Tetapi lahan hidup di kawasan yang gersang dan kerdil menjadi komunitas belukar dan kemudian menjadi hutan dengan biomassa lebih berat, setelah kawasan itu cukup subur untuk mendukung kehidupan yang lebih kaya raya serta anekaragam. Pohon kaya di dalam hutan jauh lebih besar dengan komunitas asalnya yang hanya terdiri atas jenis tumbuhan herba seperti lumut kerak, lumut daun, paku-pakuan, dan sebagainya (Soeriatmadja, 1977:56).
Barangkali yang paling kontroversial dari kecenderungan suksesional menyinggung keanekaragaman, variasi jenis, yang dinyatakan sebagau nisbah jenis-jumlah atau nisbah luasnya daerah, cenderung meningkat selama tahap-tahap dini dari perkembangan komunitas. Perilaku komponen “kemerataan” dari keanekaragaman kurang dikenal dengan baik. Sementara peningkatan keanekaragaman jenis bersama-sama dengan penurunan dominansi oleh salah satu jenis atau kelompok kecil jenis (yakni peningkatan pemerataan atau penurunan redunansi) dapat diterima sebagai kemungkinan umum selama suksesi. Ada pula perubahan komunitas lainnya yang dapat bekerja berlawanan dengan kecenderungan ini (Odum, 1996:318).
Pengetahuan mengenai suksesi sangat penting untuk diketahui. Sehingga kita dapat mengetahui seluk beluk mengenai suksesi, macam-macam suksesi, serta bagaimana proses terjadinya suksesi.
B. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses suksesi alam dengan lahan garapan.

C. Manfaat Praktikum

Manfaat yang ingin diperoleh dari praktikum ini adalah agar kita dapat mengetahui proses suksesi alam dengan lahan garapan.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Keadaan bumi selalu berubah-ubah. Kandungan CO2 dan O2 dalam udara, iklimnya, gunungnya, flora dan faunanya tidaklah tetap. Dalam skala yang kecil kita lihat pada gunung Krakatau. Setelah letusannya yang amat dahsyat dalam tahun 1883, kehidupan di pulau itu dapat dikatakan terhapus. Dari penelitian yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu panjang, dapatlah diketahui kehidupan kembali lagi. Mula-mula terdapat tumbuhan tingkat rendah, seperti lumut dan paku-pakuan. Kemudian tumbuhan tingkat tinggi. Proses ini disebut suksesi (Soemarwoto, 1983:24).
Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan tumbuhan daerah itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme ini mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies lain menjadi mantap. Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya disebut suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum perubahan progresif dalam komposisi spesies suatu komunitas yang sedang berkembang. Hal ini secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan klimaks (Michael, 1996:383).
Vegetasi yang dibiarkan demikian saja, menunjukkan kecenderungan untuk berubah ke suatu arah tertentu. Biasanya dari komunitas yang tidak begitu rumit yang terdiri atas tumbuh-tumbuhan kecil menjadi komunitas yang lebih kompleks yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang lebih besar (atau bagaimanapun menimbulkan kesan adanya kompetisi yang lebih besar). Perubahan itu bersifat kontinu, tahap-tahap yang dikenal hanya merupakan ruas-ruas ungkapan vegetasi. Demikian itulah yang disebut suksesi (Polunin, 1960:761).
Proses pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur dan proses ekologi dari energi yang tersedia disebut suksesi. Suksesi meliputi pengorganisasian menjadi mantap dan kadang-kadang kembali ke awal (retrogess). Suksesi dipertimbangkan berakhir apabila suatu pola ke suatu kondisi yang kurang terorganisir memulai melakukan suksesi lagi. Klimaks adalah merupakan puncak pertumbuhan atau puncak tertinggi yang telah dicapai (Odum, 1992:456).
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis) (Suharno, 1999:184).
Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi akan berakhir dengan pembentukan suatu komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dalam suksesi dikenal suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaan antara dua suksesi ini terletak pada kondisi habitat pada awal suksesi terjadi (Jamili dan Muksin, 2003:5).
Apabila perkembangan dimulai di suatu daerah yang sebelumnya belum pernah diduduki oleh suatu komunitas (seperti misalnya batu yang baru saja muncul atau permukaan pasir, atau aliran lava), maka prosesnya dikenal sebagai suksesi primer. Apabila perkembangan komunitas berlangsung dalam daerah yang pernah diduduki komunitas lain (seperti misalnya padang pertanian yang ditinggalkan atau hutan yang telah ditebang ), prosesnya disebut suksesi sekunder. Suksesi sekunder biasanya lebih cepat sebab beberapa makhluk atau benih-benihnya telah hidup dan ada, dan daerah yang sebelumnya telah diduduki itu lebih mau menerima perkembangan komunitas daripada yang steril. Suksesi primer cenderung mulai pada tahap produktivitas yang lebih rendah daripada suksesi sekunder (Odum, 1996:322-323).
Menarik untuk diteropong lebih dekat ialah kedudukan dan peran bermacam jenis pionir yang ternyata begitu penting dalam suksesi primer. Pada dasarnya jenis-jenis itu hidup pada lingkungan habitat yang sangat gersang. Jenis pionir harus merupakan jenis generalis dengan relung yang lebar, mampu bertahan terhadap fluktuasi faktor abiotik yang tidak melemah karena pengaruh kekuatan intrakomunitas (Wirakusumah, 2003:142).
Suksesi sekunder terjadi apabila suatu suksesi normal atau ekosistem alami terganggu / dirusak. Kebakaran, perladangan, penebangan secara selektif, penggembalaan dan banjir adalah contoh kegiatan manusia yang menimbulkan gangguan tersebut. Gangguan ini tidak sampai merusak total tempat tumbuh, sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contoh: kondisi hutan yang terlantar atau tanah garapan yang ditinggalkan. Hal ini menyebabkan perbedaan suksesi sekunder dan suksesi primer terletak pada kondisi awal habitatnya. Pada suksesi primer, habitat awal terdiri atas habitat yang sama sekali baru sehingga tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tahap awal berasal dari biji dan benih yang datang dari luar. Sedangkan pada suksesi sekunder, biji dan benih tidak saja berasal dari luar tetapi juga dari dalam habitat itu sendiri (Arief, 1994:32-33).















BAB III
METODE PRAKTIKUM


A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29 Maret 2008 pukul 08.00 – 10.00 WITA dan bertempat di halaman belakang Laboratorium Biologi Dasar Universitas Haluoleo.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum suksesi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum suksesi
No. Nama Alat Kegunaan
1. Cangkul / Parang Untuk membersihkan lahan
2. Meteran Untuk mengukur luas plot suksesi

Bahan yang digunakan dalam praktikum suksesi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum praktikum suksesi
No. Nama Bahan Kegunaan
1. Tali rafia Untuk membuat plot suksesi
2. Patok kayu Sebagai tiang penyangga dan pembatas dalam plot suksesi
3. Label etiket Untuk memberi tanda atau nomor pada masing-masing plot
4. Buku catatan data Untuk mencatat data awal kondisi lingkungan dan vegetasi pada lahan yang akan digarap




C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum suksesi adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan lahan yang akan digarap, kemudian mencatat data awal kondisi lingkungan dan vegetasi dari lahan tersebut.
2. Membersihkan lahan garapan dengan cangkul dari rumput-rumputan dan tumbuhan yang hidup pada lahan tersebut.
3. Petak lahan berukuran 2 x 2 m2 dibagi-bagi menjadi petak kecil yang berukuran 30 x 30 cm2 , dengan menggunakan meteran dan dibatasi oleh tali rafia. Selanjutnya membiarkan petak pengamatan tersebut selama satu minggu.
4. Setelah satu minggu mengamati jenis tumbuhan yang tumbuh pada masing-masing petak 30 x 30 m2 dan mencatat mengenai jumlah dan jenis tumbuhan yang ada.
5. Pengamatan petak percobaan 30 x 30 m2 dilakukan setiap minggu selama 8 minggu.
6. Mencatat perubahan komposisi tumbuhan tersebut dan membandingkan hasil pengamatan dari setiap minggu.
7. Setelah 8 minggu, menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan indeks nilai penting dari kondisi vegetasi sebelum dan sesudah suksesi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


Jumlah individu
a. Kerapatan (K) =
Luas area sampel

Kerapatan jenis
b. Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
Kerapatan seluruh jenis

Individu yang terdapat dalam plot
c. Frekuensi (F) =
Luas area sampel

Frekuensi Jenis
d. Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %
Frekuensi seluruh jenis

e. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR










BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Dari hasil praktikum suksesi diperoleh data sebagai berikut :
1. Tabel Pengamatan Kondisi Lingkungan Vegetasi Sebelum Suksesi
No Nama Spesies Jumlah individu K KR (%) F FR (%) INP
1. Semanggi 506 0,11 70,96 0,001 30,3 101,26
2. Alang-alang 173 0,04 25,8 0,001 30,3 56,1
3. Spesies I 6 0,0013 0,84 0,0007 21,2 22,04
4. Spesies II 16 0,0035 2,29 0,0004 12,1 14,39
5. Mirip putri malu 1 0,00022 0,14 0,0002 6,1 6,24
Total 0,15502 0,0033

2. Tabel Pengamatan Kondisi Lingkungan Vegetasi Sesudah Suksesi
No Nama Spesies Jumlah individu K KR (%) F FR (%) INP
1. Semanggi 218 0,05 71,43 0,001 50 121,43
2. Alang-alang 80 0,02 28,57 0,001 50 78,57
Total 0,07 0,002





























B. Pembahasan

Dalam praktikum ini, kita akan mengetahui proses suksesi sekunder pada lahan garapan dengan kurun waktu pengamatan sangat pendek. Sebelum lahan dibersihkan, terdapat lima macam spesies, yaitu semanggi, alang-alang, spesies I, spesies II dan tumbuhan yang mirip putri malu. Dari kelima spesies tersebut, tumbuhan semanggi paling mendominasi dengan jumlah sebanyak 506 individu.
Setelah dibiarkan selama satu minggu, ternyata tumbuhan yang pertama kali tumbuh adalah semanggi. Ini menunjukkan bahwa semanggi bertindak sebagai tumbuhan perintis (pionir). Setelah itu baru kemudian tumbuh alang-alang. Setelah 8 minggu, kita dapat mengamati bahwa telah terjadi suksesi pada lahan garapan, yang ditandai dengan terbentuknya komunitas baru.
Komunitas baru yang terbentuk ini terdiri dari 2 macam spesies, yaitu semanggi dan alang-alang. Komunitas ini berbeda dengan komunitas awal yang terdiri dari 5 jenis spesies. Dari komunitas awal, jenis spesies yang kembali tumbuh pada komunitas baru adalah semanggi dan alang-alang. Sedangkan spesies I, spesies II dan tumbuhan yang mirip putri malu tidak tumbuh lagi.
Semanggi dan alang-alang yang tumbuh pada komunitas baru merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari komunitas awal. Ini menunjukkan bahwa suksesi yang terjadi pada lahan garapan adalah suksesi sekunder, yaitu suksesi yang terjadi jika suatu komunitas baru muncul dan berkembang pada habitat yang pernah ditumbuhi oleh komunitas lain. Selain itu, bibit atau benih semanggi dan alang-alang yang tumbuh pada komunitas baru berasal dari habitat awal lahan tersebut.
Selanjutnya kita akan membahas mengenai Indeks Nilai Penting (INP) dari komunitas baru yang tumbuh akibat proses suksesi sekunder. INP disini berkaitan erat dengan kerapatan relatif dan frekuensi relatif dari vegetasi semanggi dan alang-alang. Pertama kita lihat data kondisi vegetasi sebelum terjadi suksesi. Dari hasil pengamatan, kita dapat melihat bahwa tumbuhan semanggi memiliki INP yang paling tinggi dibanding tumbuhan yang lain, yaitu sebesar 101,26 %. Begitu juga pada data kondisi vegetasi setelah terjadi suksesi. Semanggi memiliki INP yang lebih tinggi dibanding dengan alang-alang, yaitu sebesar 121,43 %. Sedangkan INP alang-alang hanya sebesar 78,57 %.
Dari data di atas, kita dapat melihat bahwa tumbuhan semanggi memiliki tingkat kerapatan dan frekuensi yang relatif lebih tinggi dibanding spesies yang lain, baik sebelum suksesi maupun sesudah suksesi. Tumbuhan semanggi bersifat dominan atau mendominasi pada lahan tersebut, sehingga memiliki frekuensi jumlah individu yang relatif lebih tinggi dibanding spesies lain. Semanggi juga memiliki tingkat kerapatan populasi yang relatif tinggi dibanding spesies lain.
Setelah terjadi suksesi dan terbentuk komunitas baru, semanggi tumbuh kembali dan mendominasi pada komunitas baru dengan jumlah individu sebanyak 218 individu. Sedangkan spesies lainnya, yaitu alang-alang hanya terdiri dari 80 individu. Dengan demikian, semanggi memiliki INP yang lebih tinggi dibandingkan alang-alang, yaitu sebesar 121,43 %. Sedangkan INP alang-alang hanya 78,57 %.
Hal ini menunjukkan bahwa semanggi kembali mendominasi pada komunitas baru. Selain itu, semanggi juga merupakan tumbuhan perintis (pionir) yang pertama kali tumbuh pada lahan tersebut. Sehingga lama kelamaan jumlahnya semakin bertambah dari minggu ke minggu. Semanggi dan alang-alang dapat tumbuh kembali karena mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Sedangkan spesies lainnya yang tumbuh pada komunitas awal tidak dapat tumbuh kembali karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru.















BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil pengamatan pada praktikum ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Suksesi adalah proses pembentukan komunitas baru yang berlangsung menuju ke arah pembentukan yang teratur.
2. Suksesi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi jika komunitas baru terbentuk pada daerah yang belum pernah ditempati oleh suatu komunitas. Sedangkan jika komunitas baru terbentuk pada daerah yang pernah ditempati oleh komunitas lain, maka disebut suksesi sekunder.
3. Pada praktikum ini, setelah terjadi suksesi, semanggi memiliki INP yang paling tinggi, yaitu sebesar 121,43 %. Sedangkan INP alang-alang hanya sebesar 78,57 %. Ini menunjukkan bahwa semanggi memiliki tingkat kerapatan dan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan alang-alang.

B. Saran
Saran yang dapat kami ajukan dalam pelaksanaan praktikum interaksi suksesi adalah agar para asisten dapat memberikan penjelasan yang benar-benar rinci mengenai pembuatan laporan praktikum, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A., 1994, Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Jamili, Muksin, 2003, Penuntun Praktikum Dasar-dasar Ekologi, FMIPA Unhalu, Kendari.
Michael, P., 1996, Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium, UI Press, Jakarta.
Odum, H. T., 1992, Ekologi Sistem Suatu Pengantar, UGM Press, Yogyakarta.
Odum, E. P., 1996, Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta.
Polunin, M., 1960, Pengantar Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun, UGM Press, Yogyakarta.
Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.
Soeriatmadja, R. E., 1977, Ilmu Lingkungan, ITB, Bandung.
Suharno, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkungan, UI Press, Jakarta.

Laporan Praktikum

PRAKTIKUM I
FAKTOR LINGKUNGAN








OLEH :
NAMA : DENDI ADITIA S.
NO. STAMBUK : F1 D1 07 006
PROGRAM STUDI : BIOLOGI
JURUSAN : BIOLOGI
KELOMPOK : VII (TUJUH)
ASISTEN PEMBIMBING : HIDIR








FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan adalah suatu sistem yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Artinya, tanpa adanya lingkungan, suatu organisme tidak akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam hal ini, faktor lingkungan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup organisme.
Secara garis besar, faktor lingkungan terbagi atas dua, yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik terdiri atas manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik contohnya adalah tanah, air, cahaya, udara, suhu, kelembaban, curah hujan, dan lain-lain.
Baik faktor biotik maupun abiotik memberikan pengaruh yang sangat besar bagi suatu organisme. Sebagai contohnya adalah air yang merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi makhluk hidup. Begitu juga dengan tanah, suhu, cahaya, udara, kelembaban, dan lain-lain. Semuanya merupakan faktor lingkungan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup.
Oleh karena itu, pengetahuan mengenai faktor lingkungan sangat diperlukan. Sehingga kita dapat mengetahui faktor-faktor lingkungan beserta peranannya bagi kehidupan.


B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan antara beberapa parameter fisik dan kimia lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan.
2. Untuk mengenalkan dan melatih mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan parameter fisik dan kimia lingkungan.
Manfaat yang ingin diperoleh dari praktikum ini adalah :
1. Dapat mengetahui hubungan antara beberapa parameter fisik dan kimia lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan.
2. Dapat mengenalkan dan melatih mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan parameter fisik dan kimia lingkungan.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Makhluk hidup dapat melangsungkan hidupnya jika makhluk hidup tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan dapat berupa suhu, cahaya, temperatur dan lain sebagainya. Faktor-faktor ini juga merupakan komponen abiotik dalam ekosistem (Kimball, 1983:53).
Faktor lingkungan abiotik secara garis besar dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat (Suin, 1997:1).
Suatu kondisi diberi takrif sebagai suatu faktor lingkungan abiotik yang berbeda dalam ruang dan waktu, dan terhadap kondisi ini makhluk memberi tanggapan secara berbeda-beda. Contohnya meliputi suhu, lengas nisbi, pH, salinitas, kecepatan arus air sungai, dan kadar pencemar. Suatu kondisi dapat dimodifikasi oleh hadirnya makhluk lain, misalnya pH tanah dapat berubah oleh hadirnya tumbuhan, suhu dan lengas udara mungkin berubah di bawah tajuk pohon di hutan (Soetjipta, 1993:30).
Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Apabila pelapukan fisik batuan disebabkan oleh perubahan temperatur dan dekomposisi kimia hasilnya memberikan sumbangan yang cukup banyak dalam pembentukan tanah. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburan tanah (Subba, 1994:225).
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran, orientasi, dan pembungaan tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan faktor pembatas dan jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan tampak menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk oleh pepohonannya. Keadaan ini mencerminkan kebutuhan tumbuhan akan ketenggangan terhadap jumlah cahaya yang berbeda-beda di dalam hutan (Ewusie, 1990:94).
Temperatur dan kelembaban umumnya penting dalam lingkungan daratan. Interaksi antara temperatur dan kelembaban, seperti pada khususnya interaksi kebanyakan faktor, tergantung pada nilai nisbi dan juga nilai mutlak setiap faktor. Temperatur memberikan efek membatasi yang lebih hebat lagi terhadap organisme apabila keadaan kelembaban adalah ekstrim, yakni apabila keadaan tadi sangat tinggi atau sangat rendah daripada apabila keadaan demikian itu adalah sedang-sedang saja (Odum, 1996:34).






BAB III
METODE PRAKTIKUM


A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 19 April 2008 pukul 08.00 – 10.00 WITA dan bertempat di sekitar Fakultas MIPA Universitas Haluoleo.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum faktor lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum faktor lingkungan
No. Nama Alat Kegunaan
1. Termometer air raksa/ alkohol Untuk mengukur suhu udara dan kelembaban udara
2. Soil tester Untuk mengukur pH tanah dan kelembaban tanah

Bahan yang digunakan dalam praktikum faktor lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum faktor lingkungan
No. Nama Bahan Kegunaan
1. Aquadest Untuk membasahi ujung soil tester
2. Tissue Untuk membersihkan ujung soil tester




C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum faktor lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran Suhu Udara
a. Melakukan pengukuran suhu dengan menggunakan termometer pada beberapa tempat berbeda (ruangan, tempat terbuka,di bawah pohon dan areal terbuka).
b. Masing-masing hasil pengukuran dilakukan sebanyak 4 kali pada selang waktu 5-10 menit dan kemudian hasilnya dirata-ratakan.
c. Membuat diagram batang hubungan antara tempat dengan suhu udara.
2. Pengukuran Kelembaban Udara
a. Pengukuran kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan 2 buah termometer (dikonversikan dari suhu ke kelembaban) dan dilakukan pada tempat yang berbeda (ruangan, tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka).
b. Melakukan pengulangan pengukuran pada masing-masing tempat berbeda sebanyak 4 kali, dan hasilnya dirata-ratakan.
c. Membuat diagram batang hubungan antara tempat dengan kelembaban udara.
3. Pengukuran pH tanah dan Kelembaban Tanah
a. Pengukuran pH tanah menggunakan soil tester dan dilakukan pada beberapa tempat (tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka) dengan cara menancapkan bagian ujung dari soil tester sampai kira-kira 5-15 cm ke dalam tanah, kemudian menekan knopnya. Maka akan terbaca nilai skala pH dari tanah tersebut.
b. Pengukuran kelembaban tanah dilakukan dengan menggunakan soil tester pada tanah yang diperkirakan mengandung air pada tempat tertentu (tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka).
c. Melakukan pengulangan pengukuran (baik pH maupun kelembaban tanah) pada masing-masing tempat berbeda sebanyak 4 kali dan hasilnya dirata-ratakan.
d. Membuat diagram batang hubungan antara tempat dengan pH dan kelembaban tanah.












BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Pengamatan Suhu Udara

No. Areal Pengamatan Suhu Udara (oC) Suhu Udara (C)

1 2 3 4
1. Ruangan 28 28 27 27 27,5
2. Tempat terbuka 31 30 29 30 30
3. Di bawah pohon 28 28 28 28 28
4. Areal terbuka 34 35 36 36 35,25














2. Pengamatan Kelembaban Udara
No. Areal Pengamatan Kelembaban Udara (%) Kelembaban
Udara (%)
1 2 3 4
1. Ruangan 0 % 1 % 1 % 2,5 % 1,125 %
2. Tempat terbuka 2 % 1 % 1 % 2,5 % 1,625 %
3. Di bawah pohon 1 % 2 % 1 % 1,5 % 1,375 %
4. Areal terbuka 3 % 3 % 2 % 2 % 2,5 %










3. Pengamatan pH Tanah
No. Areal Pengamatan pH Tanah pH Tanah

1 2 3 4
1. Tempat Terbuka 5,5 5,4 6,2 5,6 5,7
2. Di bawah pohon 6,2 6,2 6 6 6,1
3. Areal terbuka 5,6 5,6 4,8 4 5












4. Pengamatan Kelembaban Tanah
No. Areal Pengamatan Kelembaban Tanah (%) Kelembaban
Tanah
1 2 3 4
1. Tempat Terbuka 25 % 40 % 70 % 70 % 51,25 %
2. Di bawah pohon 25 % 25 % 25 % 25 % 23 %
3. Areal terbuka 13 % 30 % 25 % 47 % 28,75 %









B. Pembahasan

Dalam praktikum ini, kegiatan yang pertama dilakukan adalah mengukur suhu udara pada tempat yang berbeda-beda (dalam ruangan, tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka). Setelah diukur dengan 4 kali pengulangan dengan selang waktu 5-10 menit, ternyata suhu di ruangan dan di tempat terbuka cenderung menurun. Sedangkan di bawah pohon suhunya tidak berubah, yaitu tetap 28 C. Pada areal terbuka suhu cenderung meningkat. Setelah dirata-ratakan, ternyata suhu tertinggi berada pada areal terbuka, yaitu 35,25 C. Hal ini terjadi karena pada areal terbuka mendapatkan pancaran sinar matahari secara langsung, sehingga menyebabkan makin lama suhunya semakin meningkat. Hal yang sebaliknya terjadi di dalam ruangan yang tidak mendapatkan pancaran sinar matahari secara langsung, sehingga rata-rata suhunya paling rendah, yaitu 27,5 C. Sedangkan rata-rata suhu sedang terjadi di tempat terbuka dan di bawah pohon, karena ada beberapa tempat yang terlindungi dari cahaya matahari langsung, misalnya dengan adanya pohon-pohon ataupun atap bangunan, sehingga suhunya tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin.
Kegiatan yang kedua adalah mengukur kelembaban udara pada tempat yang berbeda-beda (dalam ruangan, tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka). Setelah diukur dengan 4 kali pengulangan, ternyata di areal terbuka rata-rata kelembaban udaranya paling tinggi, yaitu 2,5 %. Sedangkan yang paling rendah adalah di dalam ruangan, yaitu 1,125 %. Hal ini terjadi karena pada areal terbuka suhu udara sangat panas sebagai akibat dari penyinaran cahaya matahari secara langsung. Udara panas umumnya banyak mengandung uap air daripada udara dingin.Tejadinya penguapan air dari permukaan tanah, air dan tumbuhan akibat meningkatnya suhu pada areal terbuka menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan uap air di udara, sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebaliknya, di dalam ruangan suhu udara rendah dan hanya sedikit penguapan yang terjadi, sehingga kelembaban udaranya rendah.
Kegiatan yang ketiga adalah mengukur pH tanah pada tempat yang berbeda-beda (tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka). Setelah diukur dengan 4 kali pengulangan, ternyata rata-rata pH tertinggi terdapat pada tanah di bawah pohon, yaitu 6,1. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di bawah pohon cenderung bersifat netral, yaitu mendekati pH 7. Tanah di bawah pohon banyak mengandung air dan garam-garam mineral lainnya yang diserap oleh akar pepohonan. Sehingga tanahnya agak basah karena kandungan air di dalamnya. Sedangkan pada tempat terbuka dan areal terbuka, rata-rata pH tanahnya lebih rendah, yaitu 5,7 dan 5. Hal ini menunjukkan bahwa tanahnya cenderung bersifat asam, karena pH-nya dibawah 7. Selain itu, karena pengaruh penyinaran matahari secara langsung, suhu udara menjadi panas. Hal ini menyebabkan tanah menjadi kering dan kekurangan air, sehingga tanah cenderung bersifat asam.
Kegiatan yang keempat adalah mengukur kelembaban tanah pada tempat yang berbeda-beda (tempat terbuka, di bawah pohon dan areal terbuka). Setelah diukur dengan 4 kali pengulangan, ternyata rata-rata kelembaban tertinggi terdapat pada tempat terbuka, yaitu 51,25 % dan kelembaban terendah terdapat pada tanah di bawah pohon, yaitu 23 %. Namun, sebenarnya, menurut teori, hal yang demikian tidak semestinya terjadi. Seharusnya pada tanah di bawah pohon kelembaban tanah lebih tinggi dibandingkan di tempat terbuka. Mengapa ? Karena, tanah di bawah pohon banyak mengandung air dan garam-garam mineral. Karena kandungan airnya tinggi, berarti kelembabannya juga tinggi. Sedangkan pada tanah di tempat terbuka tanahnya kering karena mengandung sedikit air, jadi kelembabannya rendah. Kesalahan yang demikian terjadi karena pada waktu pengukuran di tempat terbuka dan areal terbuka, pengukuran kelembaban tanah tidak dilakukan pada satu tempat yang sama, tetapi pada tempat berbeda. Misalnya pada pengukuran pertama pada tanah yang kering di tempat terbuka, kelembaban tanahnya 25 %. Tetapi, pada pengukuran kedua, ketiga dan keempat kelembaban tanah meningkat menjadi 40 % sampai 70 %. Hal ini terjadi karena pada pengukuran kedua, ketiga dan keempat dilakukan pada tempat yang tanahnya cukup banyak mengandung air. Begitu juga pada areal terbuka. Dengan demikian, pada kegiatan keempat ini terjadi kesalahan teknis. Tetapi, kita telah memahami bahwa pada tanah di bawah pohon kelembabannya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di tempat terbuka dan areal terbuka.





BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil pengamatan pada praktikum ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Suhu udara suatu daerah sangat dipengaruhi oleh pancaran sinar matahari. Daerah yang menerima pancaran sinar matahari secara langsung suhu udaranya lebih tinggi atau lebih panas dibandingkan dengan daerah yang terlindung atau tidak menerima pancaran sinar matahari secara langsung.
2. Kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh kandungan uap air yang ada di udara. Dalam hal ini, suhu udara akan menentukan tinggi rendahnya kelembaban udara. Udara yang panas memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibanding udara dingin karena pada suhu panas penguapan lebih banyak terjadi.
3. Kadar pH tanah dipengaruhi oleh kandungan air dan garam-garam mineral di dalamnya. Dalam hal ini, tanah yang basah dan mengandung banyak air pH-nya cenderung bersifat netral atau basa, sedangkan tanah yang kering dan mengandung sedikit air cenderung bersifat asam.
4. Tinggi rendahnya kelembaban tanah dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat di dalam tanah. Tanah yang banyak mengandung air memiliki kelembaban yang lebih tinggi. Sedangkan tanah yang kering dan mengandung sedikit air memiliki kelembaban yang rendah.

B. Saran

Saran yang dapat kami ajukan dalam pelaksanaan praktikum faktor lingkungan adalah agar para asisten dapat menyediakan buku penuntun praktikum secara lengkap, tidak terpisah-pisah. Sehingga para praktikan dapat mempelajari lebih awal materi yang akan dipraktekkan.

















DAFTAR PUSTAKA
Ewusie, J. Y., 1990, Ekologi Tropika, ITB Bandung, Bandung.
Kimball, J. W., 1983, Biologi Jilid 3, Erlangga, Jakarta.
Odum, E. P., 1996, Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta.

Soetjipta, 1993, Dasar-dasar Ekologi Hewan, Depdikbud Dirjen Dikti, Yogyakarta.

Subba, N. S., 1994, Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia, Jakarta.

Suin, N. M., 1997, Ekologi Hewan Tanah, Bumi Aksara, Jakarta.